Assalamualaikum...
Ustadz mohon penjelasan tentang mengadakan sebuah event yg mana talentnya/pengisi acaranya seorang penyanyi perempuan yg pasti menyanyikan lagu yg suaranya diperdengarkan untuk umum?.
Seperti event pengumpulan dana untuk kemanusiaan, dll.
Hukumnya apa?
Kalau boleh, landasannya apa?
Syukron.

============

 _Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah .._

Saya lebih menyetujui laki-laki dibanding perempuan, sebab bagaimanapun juga wanita bernyanyi itu kontroversi. Walau pendapat yg membolehkan juga ada,  itu pun dgn syarat yaitu aman dari fitnah.
Rinciannya seperti berikut:

_Bismillahirrahmanirrahim alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:_

Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat; melarang secara mutlak dan ada pula yang membolehkan dengan syarat aman dari fitnah.

📗 *Pihak yang melarang.* Memiliki sejumlah argumentasi, di antaranya:

1.       Dalam syariat Islam wanita tidak dianjurkan mengucapkan SUBHANALLAH saat meluruskan kesalahan imam shalat, tapi bertepuk tangan.

2.       Ketika shalat berjamaah, wanita dianjurkan men-sirr-kan (melirihkan) bacaan aminnya jika ada laki-laki yang bukan mahramnya dalam jamaah itu. Kecuali saat bersama dengan sesama wanita dan laki-laki yang mahramnya atau suaminya.

3.       Wanita tidak dibenarkan adzan dan iqamah, saat bersama jamaah kaum laki-laki, kecuali untuk sesama kaum wanita saja.

4.       Wanita dilarang menghentakkan perhiasan dikakinya sehingga menimbulkan suara, maka suara mereka dalam nyanyian lebih layak untuk dilarang.

Maka, kenyataan ini menunjukkan tidak pantas bagi kaum wanita bernyanyi lalu  diperdengarkan laki-laki yang bukan mahramnya, atau bukan suaminya. Padahal membaca subhanallah, amin, dan adzan, adalah dzikir .. maka apalagi nyanyian yang kadang mendayu-dayu, melengking, merendah, dan seterusnya, maka dia lebih layak dilarang lagi.

Syakh Abdurraman Al Jazairi _Rahimahullah_ menjelaskan:

فقد نهى الله تعالى عن استماع صوت خلخالها لأنه يدل على زينتها فحرمة رفع صوتها أولى من ذلك ولذلك كره الفقهاء أذان المرأة لأنه يحتاج فيه إلى رفع الصوت والمرأة منهية عن ذلك وعلى هذا فيحرم رفع صوت المرأة بالغناء إذا سمعها الأجانب سواء أكان الغناء على آلة لهو أو كان بغيرها وتزيد الحرمة إذا كان الغناء مشتملا على أوصاف مهيجة للشهوة كذكر الحب والغرام وأوصاف النساء والدعوة إلى الفجور وغير ذلك

_Allah ﷻ telah melarang sengaja mendengarkan suara wanita karena hal itu menunjukkan perhiasan wanita,  maka  haramnya meninggikan suaranya lebih pantas diharamkan, oleh karena itu para ahli fiqih memakruhkan azan kaum wanita karena azan membutuhkan suara yang ditinggikan dan wanita dilarang untuk itu. Oleh karena itu, diharamkan meninggikan suara wanita dalam nyanyian jika yang mendengarkannya adalah laki-laki bukan mahramnya sama saja apakah pakai alat musik, atau tidak, dan keharamannya bertambah jika nyanyian tersebut mengandung penyifatan yang bisa menimbulkan syahwat seperti senandung cinta, rindu, penggambaran tentang wanita, dan ajakan kepada perbuatan keji dan lainnya_.[1]

📕 *Pihak yang membolehkan.* Mereka memberikan sejumlah argumentasi, di antaranya sebagai berikut:

1.       Nabi Muhammad ﷺ dan sebagian sahabat yang paling utama pernah mendengarkan wanita bernyanyi

Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu katanya:

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ جَاءَتْ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ نَذَرْتُ إِنْ رَدَّكَ اللَّهُ سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ بَيْنَ يَدَيْكَ بِالدُّفِّ وَأَتَغَنَّى، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَاضْرِبِي وَإِلاَّ فَلاَ. فَجَعَلَتْ تَضْرِبُ، فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَأَلْقَتِ الدُّفَّ تَحْتَ اسْتِهَا، ثُمَّ قَعَدَتْ عَلَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَخَافُ مِنْكَ يَا عُمَرُ، إِنِّي كُنْتُ جَالِسًا وَهِيَ تَضْرِبُ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، فَلَمَّا دَخَلْتَ أَنْتَ يَا عُمَرُ أَلْقَتِ الدُّفَّ

Rasulullah ﷺ   keluar melakukan peperangan, ketika sudah kembali datanglah kepadanya seorang budak wanita berkulit hitam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku bernadzar jika engkau kembali dalam keadaan selamat aku akan memainkan rebana dan  BERNYANYI di hadapanmu.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika engkau sudah bernadzar maka pukullah rebana itu, jika tidak bernadzar maka tidak usah dipukul rebananya.” Maka wanita itu pun memainkan rebananya, lalu masuklah Abu Bakar dia masih memainkannya. Masuklah Ali dia masih memainkannya. Masuklah Utsman dia masih memainkannya. Lalu ketika Umar yang masuk, dibantinglah rebana itu dan dia duduk (ketakutan). Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Umar syetan saja benar-benar takut kepadamu, ketika aku duduk dia memukul rebana, ketika Abu Bakar masuk dia masih memainkannya, ketika Ali datang dia masih memainkannya, ketika Utsman datang dia masih memainkannya, tapi ketika Engkau yang datang dia lempar rebana itu. [2]

             Imam Ali Al-Qari Rahimahullah mengomentari kisah ini:

دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ سَمَاعَ صَوْتِ الْمَرْأَةِ بِالْغِنَاءِ مُبَاحٌ إِذَا خَلَا عَنِ الْفِتْنَةِ

_Ini merupakan dalil bahwa mendengarkan suara wanita yang bernyanyi adalah mubah jika tidak ada fitnah._ [3]

2.       Nabi Muhammad ﷺ juga mendengarkan beberapa gadis wanita bernyanyi saat resepsi pernikahan

Ar Rubayyi binti Mu’awidz Radhiallahu ‘Anha bercerita:

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عُرْسِي، فَقَعَدَ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِي هَذَا، وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تَضْرِبَانِ بِالدُّفِّ، وَتَنْدُبَانِ آبَائِي الَّذِينَ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ، فَقَالَتَا فِيمَا تَقُولَانِ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا يَكُونُ فِي الْيَوْمِ وَفِي غَدٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا هَذَا، فَلَا تَقُولَاهُ

Pada hari pernikahanku Rasulullah ﷺ  datang, dia duduk di permadaniku ini, aku memiliki dua jariyah (budak wanita remaja) yang sedang memainkan rebana, mereka menyanyikan lagu tentang ayah-ayah kami ketika terbunuh dalam perang Badar, maka mereka berkata, “Di tengah kita ada seorang nabi yang mengetahui apa yang terjadi hari ini dan esok.” Maka Rasulullah ﷺ  bersabda, “Ucapan yang ini, janganlah kalian berdua ucapkan.” [4]

Syakh Wahbah Az Zuhaili _Rahimahullah_ – sebagian kalangan mnyebutnya Imam An Nawawinya zaman ini- juga mengatakan:

فلا يحرم سماع صوت المرأة ولو مغنية، إلا عند خوف الفتنة

_Maka, tidaklah diharamkan mendengarkan suara wanita walau wanita penyanyi kecuali jika khawatir terjadinya fitnah._ [5]

                Jadi, tidak ada pembolehan secara mutlak. Pihak yang membolehkan pun memberikan syarat yaitu tidak memunculkan fitnah bagi pendengarnya; yaitu munculnya syahwat atau angan-angan syahwat. Sementara di sisi penyanyinya, mesti sopan dan berpakaian yang dibenarkan syariat, ada pun  yang penampilannya seronok, tarian, goyangan, dan lirik lagunya pun berisikan kekejian akhlak, maka tidak syak lagi keharamannya, walaupun penyanyinya laki-laki pun tidak dibenarkan yang seperti itu.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili _Rahimahullah_ berkata:

صوت المرأة عند الجمهور ليس بعورة؛ لأن الصحابة كانوا يستمعون إلى نساء النبي صلّى الله عليه وسلم لمعرفة أحكام الدين، لكن يحرم سماع صوتها بالتطريب والتنغيم ولو بتلاوة القرآن، بسبب خوف الفتنة.

_Suara wanita menurut mayoritas ulama bukanlah aurat karena dahulu para sahabat Nabi ﷺ mendengarkan dari istri-istri Nabi ﷺ  untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita  jika melahirkan gairah dan mendayu-dayu walau pun membaca Al Quran,  disebabkan khawatir lahirnya fitnah._ [6]

                _“Munculnya fitnah”_ kadang menjadi sesuatu yang sulit diukur karena masing-masing orang berbeda dampaknya, dan jangan dikira ini hanya dialami laki-laki, wanita pun bisa mengalami hal serupa saat mendengarkan nyanyian atau rayuan laki-laki.  Oleh karena itu, mengambil sikap hati-hati dan mengambil sadd adz dzara’i (preventif) adalah lebih utama dan lebih aman bagi manusia yang cemburu kepada agama dan akhlak yang luhur.

Syaikh Muhammad Sulaiman Abdullah Al Asyqar _Hafizhahullah_ berkata dalam _Al Waadhih:_

سد الذرائع : هو منع الأمر المباح الذى يتواصل به الى المحرم، سواء قصد به فاعله الوصول الى المحرم، أو لم يقصد ذلك، فيمنع لئلا يتوصل به إلى المحرم غيره من الناس

                Sadd Adz Dzara’i adalah larangan terhadap perkara yang mubah yang bisa mengantarkan kepada hal yang diharamkan. Sama saja, apakah dia memaksudkan dari perbuatan itu sampai kepada perkara haram atau dia tidak memaksudkannya, maka ini dilarang agar dia dan orang lain tidak sampai kepada hal yang diharamkan.[7]

 Demikian. Wallahu A’lam

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] Syaikh Abdurrahman Al Jazairiy, Al Fiqh ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 5/26

[2] HR. At Tirmdzi No. 3690, katanya: hasan shahih

[3] Imam Ali Al Qari, Mirqah Al-Mafatih, 9/3902

[4]HR. Ahmad No. 27021. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, 44/570

[5] Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, 2/116

[6] Ibid, 1/665

[7] Syaikh Muhammad Sulaiman Abdullah Al Asyqar, Al Waadhih fi Ushul Al Fiqh, Hal. 159

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu'man Hasan
🔈 Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC
🅿️ Fanpage: https://facebook.com/ustadzfaridnuman
🌐 Kunjungi website resmi: alfahmu.id

0 comments:

Posting Komentar