Allah subhanahu wata’ala berfirman:

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan Itulah seburuk-buruk tempat kediaman. Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah kamu, karena Sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka".
                Dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala mengumpamakan kalimat yang baik itu seperti pohon yang kuat dan kalimat yang buruk itu bagaikan pohon yang rapuh. Pertanyaannya adalah; apakah yang dimaksud dengan kalimat baik dan kalimat buruk dalam ayat ini?, inilah nanti yang akan kita bahas dalam buku ini.
Bagian Satu: Ta’rif Surat Ibrahim
Pertama kita mengenal dulu kandungan surat Ibrahim itu secara menyeluruh.
                Surat Ibrahim ini adalah surat yang ke empat belas dalam urutan surat dalam Al-Qur’an, surat ini diawali dengan huruf Al-Muqotha’ah yaitu huruf Alif, Lam dan huruf ro’, jumlah ayatnya secara keseluruhan ada 25 ayat dan jumlah hurufnya ada 3034 huruf. Mayoritas ayat dalam surat Ibrahim ini adalah makkiyah sebagaimana diriwayatkan oleh imam ibnu abbas, qutadah dan imam zubair kecuali dua atau tiga ayat saja yang madaniyah yaitu ayat yang berkenaan dengan penyerangan kaum kuffar terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam peristiwa perang badar.
                Dinamakan surat “Ibrahim” dikarenakan kesempurnaan dari bagian-bagian  ayat-ayatnya mayoritas menceritakan tentang sejarah Nabi Ibrahim Abul Anbiya’ Alaihis salam, mulai dari cerita kehidupan beliau di Makkah, hubungannya dengan kaum arab dan keturunannya Nabi Isma’il, dan cerita tentang keduanya dalam membangun baitullah yaitu ka’bah, serta cerita keduanya dalam berdakwah dengan hidayah yaitu memohon kepada Allah agar dijadikannya beliau dan keturunannya beserta kaumnya  diberikan rezqi yang banyak berupa buah-buahan, dijauhkan dari menyembah berhala dan dijadikan orang yang selalu mendirikan sholat.
                Diantara isi kandungan surat Ibrahim adalah:
1.       Pengokohan Aqidah Islamiyah dalam setiap jiwa insan dengan berdakwah kepada Allah berlandaskan iman yang kokoh dengan mengikuti risalah Muhammad shallallahu alaihi walallam yaitu menjauhi peribadatan terhadap berhala.
2.       Pensyariatan ibadah, intraksi social, adab-adab dan keutamaan-keutamaan umum dalam beribadah seperti ritual kewajiban shalat lima waktu saat di makkah, diharamkannya memakan harta anak yatim secara zholim, larangan melakukan kesombongan dan lain-lain.
3.       Cerita tentang Nabi-nabi dan ummat-ummat terdahulu, serta dakwah para Nabi terdahulu yang mengutamakan pengokohan aqidah dan cerita adzab-adzab yang ditimpakan kepada kaum pendusta.
4.       Secara kalimat dan lafaz-lafaz kandungan surat Ibrahim dapat menghenyakkan hati para musuh-musuh Allah dikarenakan keindahan bacaan dalam surat tersebut.
Bagian Dua: Tadabbur QS. Ibrahim ayat 24-30
                Dalam ayat 24 Allah subhanahu wata’ala  memulai dengan kalimat Tanya, kepada siapakah pertanyaan itu diajukan? Tentunya secara umum pertanyaan itu adalah untuk kita para hambaNya. Allah subhanahu wata’ala seolah-olah mengajak kita untuk berdialog serta memberikan isyarat untuk merenung. Seakan-akan Allah subhanahu wata’ala ingin mengatakan “hai para hamba-Ku tidakkah kalian memperhatikan ayat-ayatku?”
                Dalam ayat 24 ini Allah subhanahu wata’ala memberikan perumpamaan kalimat thoyyibah yaitu kalimat yang baik dengan pohon yang kokoh. Apa yang dimaksud dengan kalimat yang baik, ia adalah kalimat tauhid yaitu (Laa ilaaha Illallah). Jadi Allah subhanahu wata’ala  memberikan isyarat kepada kita agar memperkokoh aqidah kita, sehingga Allah subhanahu wata’ala mengajak kita untuk berdialog dengan pertanyaan “tidakkah kau perhatiakan bahwa kalimat yang baik itu bagaikan pohon yang kokoh” dengan kata lain “tidakkah kau perhatikan keimananmu yang kuat itu akan membuat pendirian hidupmu akan menjadi kuat juga”, sehingga dengan kuatnya aqidah yang ada dalam jiwamu tidak akan membuatmu terombang-ambing dengan kerasnya persaingan hidup sampai kau harus menggadaikan keimananmu dan membuatmu mudah tergoda dengan kenikmatan semu.
                Kekuatan iman itu akan melahirkan cabang-cabang yang menjulang berupa amal yang sholeh, perkataan yang baik, akhlaq yang mulia dan etika yang bijaksana.
                Kalimat yang baik juga bisa diartikan dengan kalimat-kalimat yang dapat mengingatkan kita kepada Allah subhanahu wata’ala seperti untaian nasihat, kalimat dakwah, perkataan jujur, kalimat-kalimat motivasi lainnya yang mungkin kalau seseorang mengatakannya membuat orang lain termotivasi untuk berbuat baik dan lain sebagainya.
                Dalam ayat ini para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan pohon yang kokoh itu adalah pohon kurma, karna pohon itu akarnya kuat mencengkram kebawah tanah, cabang-cabangnya menjulang langit dan dapat mengeluarkan buah-buahnya disetiap musim sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pohon tersebut memiliki sifat yang indah, bau yang harum, buah yang baik. Begitulah hakikatnya ketika manusia sudah memiliki aqidah yang kokoh, ibadah yang benar maka ia akan mampu memberikan kontribusi kepada ummat, setiap langkahnya adalah tauladan bagi orang lain. Sungguh perumpamman itu Allah subhanahu wata’ala berikan kepada kita para hambaNya agar kita selalu ingat akan tugas-tugas kita di dunia ini.
                Hal ini mengingatkan saya saat pertama kali belajar mengaji, guru saya  menjelaskan tentang kalimatut tauhid yaitu kalimat syahadat. Beliau menjelaskan tentang urgensi kalimat ini, karena sesungguhnya tanpa adanya ucapan secara jelas dan keyakinan yang mendalam tentang kalimat ini maka semua amal menjadi terputus. Orang kafir sekalipun sudah memberikan infaqnya sedemikian banyak kalu tidak diawali dengan kalimat ini maka ketika ia mati terputuslah amal infaqnya, makanya diantara urgensi dari kalimat tauhid ini adalah pintu dari segala kebaikan, pintu dimana seseorang sah menjadi muslim tatkala sudah mengucapkan kalimat ini tanpa paksaan dari siapa pun.
                Di ayat selanjutnya Allah subhanahu wata’ala memberikan perumpamaan yang sebaliknya bahwa kalimat yang buruk atau kalimat penuh dengan kebathilan bagaikan pohon yang buruk juga, dimana pohon yang buruk itu tidak memiliki akar yang kokoh sehingga mudah sekali diterpa angin dan membuatnya mudah roboh.
                Dalam sisi yang lain, perumpamaan yang Allah subhanahu wata’ala berikan ini mengandung nilai-nilai pendidikan. Dalam mendidik anak-anak kita seringkali kesulitan memberikan pemahaman kepada mereka, lalu saat kita mulai menganalogikan dengan hal yang lain mulailah mereka memahami maksud dari penjelasan kita. Itulah kenapa banyak sekali pelajaran-pelajaran dalam Al-Qur’an mengenai kehidupan-kehidupan masa lalu dan analogi-analogi (perumpamaan) tentang kondisi kehidupan mereka. Contohnya adalah tatkala orang-orang Bani Israil mengatakan tuhan kami adalah Isa dan Ia adalah perwujudan dari anak Tuhan dikarenakan Nabi Isa alaihis salam dilahirkan tanpa ayah, maka Allah subhanahu wata’ala membantah perkataan tersebut dengan Firman-Nya:
"Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia."
                Diantara nilai-nilai perumpamaan yang Allah subhanahu wata’ala berikan adalah untuk mengetahui kebaikan sesuatu atau keburukannya, mengetahui kondisi sesuatu dan perbandingannya dengan hal yang lain.
                Dalam Al-Qur’an banyak sekali terdapat kalimat-kalimat perumpamaan, begitu juga dalam hadits Nabi Muhammad shallallhu alaihi wasallam terdapat perumpamaan. Diantaranya adalah:
مثل المؤمنين في توادهم و تراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
                Perumpamaan orang mukmin itu dalam kecintaan, kasih sayang dan kelembutan  mereka bagaikan tubuh, apabila bagian tubuh terinjak duri maka tubuh yang akan merasakan sakit yang sama.
                Dalam hadits ini, bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  menanamkan pada jiwa-jiwa para sahabat dan ummatnya beberapa nilai-nilai akhlaqiyah dan social dalam saling merasakan satu sama lain dengan kecintaan.
                Pemberian perumpamaan ini bukanlah sekedar untuk memperindah dalam ungkapan atau agar pendengar merasa terkesan melainkan ada tujuan-tujuan penting yang bersifat mendidik dan out put yang tinggi nilainya. Diantara tujuan-tujuannya adalah:
1.       Untuk mempermudah pemahaman seseorang dalam suatu perkara, agar tidak hanya memahami suatu perkara hanya dari sisi materi (yang terlihat) saja.
2.       Memberikan pengaruh besar dalam berinteraksi sehingga dapat ke dalam hati sanubari yang dalam.
3.       Melatih aqal (otak) agar berfikir jernih dan dapat memberikan qiyasan yang baik.
4.       Mengandung motivasi yang dapat menumbuhkan kelembutan dan kedermawanan dan dapat menjauhkan diri dari segala kemunkaran.
Selanjutnya, Allah subhanahu wata’ala menjamin kehidupan orang beriman baik di dunia maupun di akhirat. Penyerahan diri seorang mukmin secara total kepada Allah subhanahu wata’ala adalah modal besarnya. Allah subhanahu wata’ala mengikat dengan kokoh orang mukmin dengan kalimat yang kokoh juga yaitu kalimat Laa ilaaha Illallah dan di alam akhirat (sebagian besar ulama’ tafsir menjelaskan yang dimaksud “Akhirat” disini adalah alam barzakh yaitu di dalam kubur). Di dalam qubur nanti Allah subhanahu wata’ala akan memberikan kekuatan kepada orang mukmin untuk dapat menjawab pertanyaan malaikat tentang siapa Tuhan, siapa teman, siapa imam, dan lainnya. Sedangkan orang yang tidak beriman Allah subhanahu wata’ala lupakan ingatan mereka sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan para malaikat di dalam qubur, dengan ketidaktahuan untuk menjawab pertanyan malaikat tersebut maka mereka pun harus merasakan adzab yang sangat pedih.
Di sinilah kita harus tahu betapa pentingnya menanamkan pendidikan aqidah dalam diri kita dan anak-anak kita. Aqidah islam yang benar adalah kebutuhan primer, karena tidak aka nada kebahagiaan di dalam jiwa kita tanpa adanya penyembahan kepada Tuhannya jiwa kita dan pemilik dari segalanya. Aqidah islam adalah kewajiban yang sangat besar yang harus dipenuhi oleh manusia, makanya kenapa Rasulullah shallallahu alaihi wasallah memerintahkan untuk memerangi orang-orang hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Namun penjelan tentang memerangi orang yang tidak beriman ini membutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan memiliki prosedur dan alasan yang jelas.
Aqidah islamiyah menjamin kehidupan yang aman, nyaman serta kebahagiaan. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
  

"Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Wallahu A'lam Bishshawab

0 comments:

Posting Komentar