Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah kepadaKu, dan tidaklah Aku menginginkan rezki dari mereka dan tidak pula makanan (QS. Adz-dzariyat: )
Membaca ayat di atas mengingatkan kita
kembali akan hakikat sebuah tujuan (ghayah) hidup, mengingatkan kembali
akan fungsi manusia di muka bumi ini, dan mengingatkan kita agar benar-benar
mengenal siapa diri kita.
Pada tanggal 24 agustus 2008, ma’had
an-nuaimy kedatangan tamu dari mesir yang bernama syaikh as-salby. Beliau
menyampaikan muhadharah di depan para mahasiswa, dalam muhadharahnya beliau
menyampaikan tentang jihad dan dakwah. Dan di akhir pembicaraannya seorang al-akh
bertanya tentang bagaimana cara menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas diri
sebagai seorang muslim. Dalam jawabannya pertama kali ayat yang beliau bacakan
adalah ayat di atas.
Kesimpulan dari pembicaraan beliau
adalah; kalau kita sudah tau hakikat tujuan kita hidup di muka bumi ini tidak
mungkin kita akan malu menunjukkan identitas diri. Mengapa kita harus minder
dengan realita yang ada? Toh tujuan kita hanya-la Allah.
Pada ayat berikutnya Allah menjelaskan
kepada kita bahwa Dia tidak pernah membutuhkan rezki dari mereka (jin dan
manusia) toh Dia-lah maha pemberi rezki. Sekarang pertanyaannya adalah; kalau
kita memang benar-benar hidup di muka bumi ini untuk beribadah tapi mengapa
kita masih makan, minum, tidur dan lain sebagainya? Jawabannya adalah; kita
memang butuh makan, minum, tidur tapi hal tersebut orientasinya hanyalah untuk
beribadah kepada Allah dan sala satu sarana untuk menggapai redhoNya.
Imam Abu Hanifah mengatakan:
Jadikanlah setiap sesuatu yang Allah
berikan kepadamu sebagai wasilah untuk
beribadah kepadaNya
Hidup memang keras dan di sinilah ujian
itu tersurat, siapakah diantara hamba Allah yang paling baik amalannya.
… untuk menguji kalian siapakah yang
paling baik amalnya (QS. Al-mulk:2)
Dalam buku saksikan bahwa aku seorang
muslim karya Salim A. Fillah, dituliskan bahwa kata moslem dalam
bahasa inggris mempunyai arti orang yang tak mempunyai gairah untuk hidup alias
pesimisme. Tentu saja kata ini pelecehan terhadap umat islam, karena istilah moslem
pertama dikeluarkan oleh seorang barat yang sengaja untuk melecehkan orang
islam. Lalu masihkah kita mau menulis kata tersebut dalam lembar kertas kita?
Gak ada salahnya kan
menulis kata muslim walau itu dalam bahasa inggris sekalipun. Satu lagi,
terkadang karena ingin dikatakan orang yang gaul kita sering menulis
kata masjid dalam bahasa inggris dengan kata mousque yang artinya sarang
mousquito (nyamuk). Ini juga adalah istilah yang dibuat orang barat
untuk mengatakan bahwa masjid adalah sarang nyamuk.
Paling tidak kita harus kembali mengkaji
dan terus mengkaji agar kita tidak terjebak dengan kata-kata yang tidak kita
sadari maknanya. Sebagai seorang muslim kita harus benar-benar bangga dengan
identitas kita. Dalam hidup memang ada sebab akibat, sebagaimana kita
mengerjakan kebaikan maka ganjarannya adalah surga tapi bagi yang sebaliknya
maka ganjarannya pun adalah neraka.
Adalah sebuah keberanian yang tak
terpatri bagi seorang muslim ketika dia telah bangga menunjukkan identitas
dirinya di mana pun ia berada, sehingga ketika ia mau beribadah kepada Allah
tak sedikitpun keraguan atau kecemasan karena sindrom ketakutan yang akan menimpanya.
Apalagi pada zaman sekarang ini seorang muslim seringkali diidentikkan dengan
teroris.
Kembali kita bicara tentang sebuah
tujuan. Seringkali kita ingin menggapai sebuah tujuan dengan instant tanpa
mengenal sebuah sunnatullah yaitu tadarruj (proses). Kehidupan
terkadang membuat kita berpikir tentang hasil, sehingga dalam otak kita yang
terpikirkan adalah hasil, hasil dan hasil dengan menafikan suatu kesungguhan.
Kalau kita hanya berpikir hasil, lalu bagaimana dengan seorang Nuh alaihi
salam yang berdakwah sampai ribuan tahun namun pengikutnya tetap saja
sedikit. Sesungguhnya yang perlu kita pelajari adalah bahwa sesungguhnya Allah
tidak melihat hasil pekerjaan seseorang, tapi lebih dari itu adalah al-itqan
(ketekunan).
Sesungguhnya Allah menyukai hambaNya jika
ia bekerja lalu menekuninya
Kekerasan hidup sebenarnya telah banyak
mengajarkan kita akan kedewasaan. Setiap meresapi pendar kehidupan manusia akan
banyak menemui warna-warni. Mungkin diantara kita ada yang belum pernah melihat
wajah ayahnya kecuali sepotong photo kecil mungil, dikarenakan sejak dilahirkan
ayahnya telah lebih dulu menyapa maut. Namun semua itu akan lebih mengajak kita
untuk memahami makna sabar.
Untuk menjawab setiap pertanyaan yang
seringkali membuat kita penat, kita harus membutuhkan kesungguhan, bukan hanya
sekedar ingin, bukan juga sekedar rapi, tapi harus ada hiasan yang melapisi
yaitu kekokohan atau kekuatan. Kekuatan yang Rasulullah contohkan dalam setiap
kehidupannya. Beliau bersabda:
Mukmin yang kuat itu lebih dicintai Allah
dari pada mukmin yang lemah
Kenapa harus kuat? Dengan kekuatan kita
akan lebih khusyuk dalam beribadah, kaki yang kuat untuk menginjak, mata yang
kuat (tajam) untuk melihat sehingga dalam do’a pun kita khusyuk dan meneteskan
airmata saraya menengadahkan tangan:
… ya Allah perbaikilah duniaku yang di
dalamnya aku hidup, dan perbaikilah akhiratkua sebagai tempatku kembali dan
jadikanlah kehidupanku sebagai sarana untuk menambah kebaikan dan jadikanlah
kematianku sebagai sarana untuk istirahat dari segala keburukan.
Akhir kata, kita sebagai seorang muslim
harus benar-benar tau akan hakikat tujuan kita dan selalu bangga akan identitas
diri, sehingga kita akan berani mengatakan: siapapun aku, apapun profesiku dan
di mana pun aku berada, aku harus berkontribusi buat agama ini (islam) Allahu
Akbar…
0 comments:
Posting Komentar