Salah seorang jamaah pengajian bertanya : “Ustadz, bagaimana cara agar saya yang di Jakarta, tetap bisa bermuamalah baik kepada orangtua saya yang tinggal di Bogor?”
Ustadz pun menjawab ringan diselipi senyum dan canda khasnya..
“Ya akhi.. ana ini orang jember mau
tanya ke hadirin, di Jakarta ada kereta gaks? Cepat kan ya akhi
perjalanan kereta ? Ada kan kereta-nya yaa masya Allah.. Naik kereta kan
bisa ya akhi.. nggak kayak dulu harus naik Unta.. lama sampainya.. ” jawab Ustadz Syafiq.
Jama’ah pun tertawa. Intinya saya
mencatat kendala jarak dan waktu jangan sampai menjadi kita tidak birrul
walidayn dan menjadi bangkai hidup.
Tak beberapa detik kemudian, mendadak wajah Ustadz berubah. beliau tertunduk.
Saya yang duduk dibarisan depan tepatnya
arah jam 1 melihat dengan jelas beliau merapihkan kertas-kertas tanya
jawab yg menumpuk menutupi kitab ustadz dan terlihat matanya
berkaca-kaca, sambil tertunduk seakan (ingin menutupi kondisi beliau)
namun akhirnya beliau pun angkat bicara dengan suara parau.
Ana mau cerita kisah nyata yang ana
dengar dari syaikh saat menuntut ilmu di Madinah. Semoga ana dan antum
semua yg hadir bisa mendapat ibrah dan faidah dari kisah ini.
Sepasang suami istri, telah menikah 21
tahun lamanya, namun suami ini jarang sekali mengunjungi ibu-nya sendiri
kecuali hanya pada hari raya saja.
Di suatu malam istri bertanya, “Wahai Suamiku, tidak inginkah kau keluar malam ini dengan seorang wanita?” Suami terkejut. “bersama seorang wanita? Apa maksudmu? Aku tak mengerti?
Sang istri berkata, “iya, Seorang wanita, Ibu-mu… Ibu-mu, wahai suamiku..”. Si suami terheran dan terdiam, merenungkan dan menyadari bahwa selama ini ia tak memiliki waktu khusus dengan ibunya.
Terlebih di usia 40 tahun ini ia sibuk
dg istri , keluarga dan pekerjaannya. Ia pun segera menelpon ibu-nya,
hanya untuk mengajak makan malam bersama. Saat si anak mengutarakan
keinginannya, ibu-nya terheran-heran dan bingung.
“Ada apa anakku? Apa yang terjadi? Ada apa dengan istri & anak2mu? Ada apa? Kenapa tiba-tiba mengajakku pergi?”
“Tidak ibu, istri & anak-anaku
baik, pekerjaan ku juga lancar dan tidak ada apa-apa, sungguh bu tidak
ada apa-apa. Begini Ibu… Aku hanya ingin mengajak ibu makan malam.
Bagaimana bu ? bisa yaa”
Di ujung telepon, sang ibu sangat
terharu. Karena setelah sekian lama, akhirnya ia memiliki waktu khusus
bersama puteranya seperti tak kala dahulu menyusui, mendidik dan
mengantar puteranya sekolah.
Sore itu juga putera nya menuju rumah
sang ibu, sesampai di rumah ibunya, terlihat dengan jelas ibunya sudah
berdiri di depan pintu rumah dengan pakaian rapih senyum yang tulus
menyambut puteranya. Sesampai di rumah sang ibu, terlihat beliau sudah
berdiri di depan pintu rumah dengan pakaian yang begitu rapi, dan senyum
yang teramat tulus untuk menyambut anak tercintanya. Sangat terlihat
bahwa ibu-nya tak ingin terbuang waktunya barang sedetikpun.
Setelah salam keduanya menuju mobil dan
masuklah ke dalam mobil, senyum kebahagiaan terus terlihat jelas dipipi
sang ibu, sepanjang perjalananpun sang ibu memperhatikan puteranya dan
tersenyum kepada puteranya hingga berkatalah Ibu “Nak, ibu sangat berbahagia sekali malam ini .. terimakasih ya nak…..”
Puteranya pun membalasnya, “sama bu begitu juga aku, bu..”, sambil mencium tangan sang ibu. Lalu mereka pun berangkat menuju restoran.
Puteranya pun membalasnya, “sama bu begitu juga aku, bu..”, sambil mencium tangan sang ibu. Lalu mereka pun berangkat menuju restoran.
Setelah tiba di restoran keduanya duduk
dan tak berapa lama makanan telah terhidang. Si ibu menuangkan minuman
ke gelas anaknya dan sesekali menyuapkan hidangan ke mulut anaknya
demikian seterusnya episode kasih sayang ibu dan anak berlanjut. Si Ibu
seakan tak ingin melewatkan waktu terbuang sedikitpun. Sungguh tampak
sekali kerinduan dan kasih sayang yang (mungkin) tak dimiliki oleh
istrinya sekalipun.
Dilanjutkan oleh ustadz bahwa singkat
cerita, tak lama beberapa pekan dari makan malam tersebut, sang ibunda
pun meninggal dunia… Inna lillahi wa inna ilayhi rojiun.
Masya Allah … Qodarallah . Pertemuan
makan malam itu adalah keberkahan terakhir bagi si anak dan ibunya.Si
anak menyesali diri akan yang telah di perbuatnya selama ini.
Ya itulah malam terakhir , sungguh
episode hidup yang memang di atur oleh Allah jalla Jalaluhu.kenyataan
yang harus di terima dengan keihklasan dan dengan mengharap kepada Allah
atas Mahabbah(Cinta), Al-Khauf (Takut) dan Ar-Rajaa’ (Harap) serta
Ashma Wasshifat Allah, si anak berdoa agar Allah jalla jalaluhu
menempatkan ibunda tercinta di sisi nya
Beberapa hari setelah kepergian sang
ibu, si anak mendadak di hubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai
manager dari salah satu restoran.
“Assalamu’alaikum, apakah benar Anda
bernama fulan bin fulan? , Naam benar, itu nama saya,.. jawab si anak”.
“Bapak, Anda dan sekeluarga diundang oleh seseorang untuk makan malam
nanti di restoran kami,” ujar manager restoran tersebut.
“Oh begitu..sambil keheranan Kalau boleh tahu, siapa yang mengundang ya, pak?” ujarnya dengan keheranan. “Seseorang pak,” jawab si manager.
Singkat cerita Ia pun datang bersama keluarga memenuhi undangan makan malam. Lalu ia bertanya kepada pramusaji “Maaf mas, sebenarnya siapa yang mengundang kami kesini? Mana ya orangnya?”. Saya tidak tahu pak, Silakan duduk dulu pak saya nanti saya tanyakan ke bagian front office.
Tak lama pramusaji datang kembali Pramu
saji tersebut menjelaskan bahwa tempat dan menu ini sudah dipesan
beberapa pekan yang lalu namun pramu saji menegaskan kami untuk tenang
karena semua sudah di bayar oleh si pemesan.
Pramusaji pun mohon maaf karena ternyata
front office sudah berusaha menghubungi si pemesan namun tidak
berhasil. Si anak, istri dan keluarganya pun semakin heran. Ditengah
keheranan nya keluarga tersebut mendengar nama pemesan adalah nama yang
sangat tidak asing di telinga keluarga bahkan si anak. Nama pemesannya
adalah Ibunda tercinta yang telah wafat namun sudah memesan menu, tata
letak persis seperti pertemuan makan malam terakhir mereka.
Jadilah kita manusia yang hidup – bukan bangkai hidup.
Ditulis oleh Abu Hanifa Asep Yusuf
berdasarkan Kajian dengan tema ““Bangkai Hidup”. Dengan narasumber
Ustadz. DR Syafiq bin Riza bin Basalamah, Lc MA, hafizhahullah. Yang
dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 Mei 2015 di Masjid Ar Rahmat, Slipi
Jakarta.
0 comments:
Posting Komentar