Ihdinash shirotol mustaqim.
Tunjukkan kami jalan yang lurus.

Doa ini selalu kita baca dalam sholat kita, karena doa ini terdapat di dalam surat alfatihah yang menjadi rukun sholat kita.

Seminimial kita akan membaca doa ini 17 kali dalam sehari semalam, sesuai dengan jumlah bilangan rokaat shalat fardhu yang kita lakukan.

Tapi, pertanyaannya adalah?

Apa itu shirotol mustaqim, apa itu jalan yang lurus.

Kata shirotol mustaqim mungkin sebagian dari kita menterjemahkannya dengan jalan yang mulus, jalan yang bagus dan jalan yang halus.
Kita menyangka shirotol mustaqim adalah titian yang gangsar, tempuhan yang selalu lancar. Seakan-akan shirotol mustaqin adalah jalan tanpa sesak dan onak, jalan yang bebas hambatan, dan seakan-akan di dalamnya doa akan cepat terkabul, semua permintaan akan terpenuhi dan setiap keinginan pasti akan didapat.

Ternyata kita lupa, bahwa makna shirotol mustaqim itu ada di ayat selanjutnya,
Shirotolladzina an’amta alaihim… jalan orang2 yang telah Engkau beri  nikmat atas mereka.
Dan kita akan mendapati bahwa golongan manusia yang telah Allah berikan nikmat atas mereka bisa kita temukan di dalam surat annisa’ ayat 69

"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Maka kita akan dapati jalan yang lurus itu berarti jalannya para nabi. Jalannya para shiddiqin, para syuhada’ dan sholihin. Yang berarti jalannya Nabi Adam Alaihisssalam hingga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. 
Apa yang kita dapati dari perjalanan hidup mereka?
Nabi Nuh alaihissalam misalnya, beliau adalah Nabi yang tegar dan gigih dalam berdakwah, tapi kita dapati, jalan beliau dipenuhi pembangkangan dan penghinaan oleh kaumnya yang tak menerima.

Adalah khabbab ibnu Al-A’rat, lelaki pandai besi, mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tatkala siksaan demi siksaan yang dia dapatkan, kulitnya yang melepuh karena luka bakar hasil siksaan yang dia alami “Ya Rasululallah, tidakkah kau berdoa agar Allah segera menolong kita?”

Lihatlah.! Tidak ada yang salah dengan pertanyaan khabbab ini, pertanyaan khabbab bisa difahami dan dimaklumi kerisauannya, beliau sudah mengorbankan segalanya untuk Islam. Dia telah merasakan segala sakit dan luka, tetapi Nabi Muhammad ingin mengajarkan kepadanya dan kepada kita akan makna jalan yang lurus. Beliau pun menjawab; “Demi Allah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, ada yang disisir dengan sikat besi sehingga terkelupaslah daging dan tulangnya, ada juga yang digergaji tubuhnya sehingga terbelah badannya, tapi itu semua tidak memalingkan mereka dari kalimat Laa Ilaaha Illallah, tiada sesembahan yang haq selain Allah.”

Kemudian rasulullah melanjutkan sabdanya “demi Allah, Dia akan menyempurnakan urusan ini, hingga seseorang berjalan dari shan’a ke hadhralmaut tidak ada yang diikutinya selain Allah subhanahu wata’ala, akan tetapai kalian tergesa-gesa”

Sungguh jalan yang lurus itu hakikatnya adalah jalan yang penuh dengan peribadatan kepada Allah subhanahu wata’ala, meyakini seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah sajalah sesembahan yang haq. Maka dengan itu semua kita akan siap menerima segala konsekuensinya, bahwa didalamnya akan ada nikmat yang begitu besar, dan segala luka dan siksa adalah menyempurna dari manisnya nikmat itu. Maka segala derita dan nestapa adalah penggenap akan cintaNya. Dan segala kehilangan dan duka adalah penguat akan sikap syukur dan kepasrahan kita.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Maryam ayat 36:

وأن الله ربي وربكم فاعبدوه، هذا صراط مستقيم

"Dan sesungguhnya Allah adalah Robbku dan Robb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus."

Allah subhanahu wataala jika mencintai hambaNya, maka segala nikmat akan diberikannya, tapi disisi yang lain, jika Allah mencintai hambaNya, Dia akan mengujinya.

karena dari ujian itulah sesungguhnya akan menunjukkan seberapa besar kadar keimanan seseorang dan sebesar apa keyakinan dan cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala.

Maka tugas kita adalah mengemudi hati kita agar selalu menuju kepada Allah subhanahu wata’ala, agar hati kita tidak berbelok menuju jalan yang lain, agar hati kita selalu tunduk dan patuh kepada Allah subhanahu wata’ala. Selalu lurus, bersebab takut hanya kepadaNya, penuh harapan dan penuh dengan getaran cinta hanya kepadaNya.


Wallahu a'lam bish shawab.

0 comments:

Posting Komentar