Minggu, 21 April 2019

Dzikir Setelah Shalat Yang Sesuai Sunnah


1. Istighfar 3 kali dan Allahumma antas salam ..


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Dari Tsauban dia berkata; "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM WAMINKAS SALAAM TABAARAKTA DZAL JALAALIL WAL IKROOM (Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan."

(HR. Muslim no. 591)

2. Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarika lahu .. dst, dan Allahumma laa mani'a limaa a'thayta ..dst

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdo'a setiap selesai dari shalat fardlu: 'LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR. ALLAHUMMA LAA MAANI'A LIMA A'THAITA WA LAA MU'THIYA LIMA MANA'TA WA LAA YANFA'U DZAL JADDI MINKAL JADDU (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang Tunggal dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan, dan milik-Nya segala pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan dari apa yang Engkau berikan dan dan tidak ada yang dapat memberi dari apa yang Engkau tahan. Dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya di hadapan-Mu sedikitpun)

(HR. Bukhari no. 844)

3. Membaca _tasbih, tahmid, takbir_ masing-masing 33

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنْ الْأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَا وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا وَيَعْتَمِرُونَ وَيُجَاهِدُونَ وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ إِنْ أَخَذْتُمْ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ

dari Abu Hurairah berkata, "Pernah datang para fuqara kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Orang-orang kaya, dengan harta benda mereka itu, mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi, juga kenikmatan yang abadi. Karena mereka melaksanakan shalat seperti juga kami melaksanakan shalat. Mereka shaum sebagaimana kami juga shaum. Namun mereka memiliki kelebihan disebabkan harta mereka, sehingga mereka dapat menunaikan 'ibadah haji dengan harta tersebut, juga dapat melaksnakan 'umrah bahkan dapat berjihad dan bersedekah." Maka beliau pun bersabda: "Maukah aku sampaikan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian ambil (sebagai amal ibadah) kalian akan dapat melampaui (derajat) orang-orang yang sudah mengalahkan kalian tersebut, dan tidak akan ada yang dapat mengalahkan kalian dengan amal ini sehingga kalian menjadi yang terbaik di antara kalian dan di tengah-tengah mereka kecuali bila ada orang yang mengerjakan seperti yang kalian amalkan ini. *Yaitu kalian membaca tasbih (Subhaanallah), membaca tahmid (Alhamdulillah) dan membaca takbir (Allahu Akbar) setiap selesai dari shalat sebanyak tiga puluh tiga kali."* Kemudian setelah itu di antara kami terdapat perbedaan pendapat. Di antara kami ada yang berkata, "Kita bertasbih tiga puluh tiga kali, lalu bertahmid tiga puluh tiga kali, lalu bertakbir empat puluh tiga kali." Kemudian aku kembali menemui Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu bersabda: "Bacalah 'Subhaanallah walhamdulillah wallahu Akbar' hingga dari itu semuanya berjumlah tiga puluh tiga kali."

(HR. Bukhari no. 843)

4. Membaca: _Allahumma ajirniy minannaar_ 7 kali (utk Maghrib dan Subuh)

 عَنْ أَبِيهِ مُسْلِمِ بْنِ الْحَارِثِ التَّمِيمِيِّ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَسَرَّ إِلَيْهِ فَقَالَ إِذَا انْصَرَفْتَ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ فَقُلْ اللَّهُمَّ أَجِرْنِي مِنْ النَّارِ سَبْعَ مَرَّاتٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ ثُمَّ مِتَّ فِي لَيْلَتِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا وَإِذَا صَلَّيْتَ الصُّبْحَ فَقُلْ كَذَلِكَ فَإِنَّكَ إِنْ مِتَّ فِي يَوْمِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا

Dari bapaknya Muslim Ibnul Harits At Tamimi dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau pernah berisyarat kepadanya dan bersabda: "Jika engkau selesai dari shalat maghrib maka bacalah: ALLHUMMA AJIRNII MINANNAR sebanyak tujuh kali. Sebab jika kamu baca doa itu kemudian kamu meninggal pada malam itu juga, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka. Jika kamu selesai dari shalat subuh maka bacalah doa itu juga, sebab jika pada hari itu kamu meninggal, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka."

(HR. Abu Daud no. 5079, 5080. Hadits ini diperselisihkan ada yg menyatakan DHAIF, ada pula yg menyatakan HASAN)

5. Allahumm A'inniy 'ala dzikrika wa syukrika ..dst


 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam menggandeng tangannya dan berkata: "Wahai Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu." Kemudian beliau berkata: "Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan, "ALLAAHUMMA A'INNII 'ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBAADATIK" (Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta beribadah kepadaMu dengan baik.)

(HR. Abu Daud no. 1522, Shahih)

6. Membaca Al Mu'awidzaat (Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas)

'Uqbah bin Aamir berkata:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ ، فِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ

_Rasulullah ﷺ memerintahkan aku untuk membaca Al Mu'awidzaat disetiap sesudah shalat._

(HR. Ahmad, Abu Daud, dll. Shahih)

6. Ayat kursi

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ

_Siapa yang membaca ayat Kursi setelah shalat wajib, maka tidak ada yang mencegah dirinya untuk masuk ke surga kecuali kematian._

(HR. An Nasa'i, Sunan Al Kubra no. 9848, dishahihkan Ibnu Hibban)

*Bagaimana dgn Al Fatihah?*

Pernah saya bahas di grup lain👇

Bismillahirrahmanirrahim ..

Mengkhususkan Al Fatihah di baca setelah usai shalat tidak ada sunnahnya. Tapi, membaca Al Fatihah sebelum atau sesudah doa, baik doa setelah shalat atau doa selain itu adalah BOLEH.

_(Doa setelah sholat itu sunnah menurut mayoritas ulama salaf dan khalaf, walau ini dianggap tidak ada oleh Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, dan ulama-ulama yang sepakat dengan mereka dalam hal ini seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh Utsaimin, termasuk yg mengikuti mereka di Indonesia)_

Tentang berdoa mengawali dgn Al Fatihah, Berdasarkan hadits shahih berikut:

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah Shalallahu'Alaihi wa Sallam:

 أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ

 _"Bergembiralah atas dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah diberikan kepada seorang Nabipun sebelummu, yaitu pembuka Al Kitab (surat Al Fatihah) dan penutup surat Al Baqarah. *Tidaklah kamu membaca satu huruf dari kedua surat itu kecuali pasti akan diberikan kepadamu (apa yang kamu minta, pen)."*_

*(HR. Muslim no. 806)*

Syaikh Muhammad Nuuh Salman Rahimahullah mengatakan:


قراءة الفاتحة - بعد الدعاء أو قبله - بقصد التوسل لقبول الدعاء أمر مشروع ولا حرج فيه، وذلك لسببين اثنين:

_Membaca Al Fatihah setelah berdoa atau sebelumnya dengan maksud tawassul agar doa dikabulkan adalah perkara yang DISYARIATKAN, dan tidak apa-apa. Hal ini ada dua alasan:_

الأول: أن التوسل بالقرآن الكريم هو توسل بصفة من صفات الله تعالى، والتوسل بصفات الله عز وجل مشروع باتفاق العلماء.

_Pertama. Tawasul dengan Al Qur'an adalah tawassul dengan sifat di antara sifat-sifat Allah, dan ini hal yang dibenarkan syariat berdasarkan kesepakatan ulama._

الثاني: أن التوسل بتلاوة الفاتحة توسل بعمل صالح، وهو أيضا مشروع باتفاق العلماء، واختيار سورة الفاتحة خاصة له وجه مقبول شرعا؛ وذلك لأنها أم الكتاب، وتجتمع فيها جميع معاني القرآن العظيم. والله أعلم.

_Kedua. Bertawassul dengan membaca Al Fatihah adalah bertawassul dengan amal shalih. Ini kebolehannya telah disepakati para ulama pula._

_Sedangkan dipilihnya surat Al Fatihah secara khusus, adalah yang yang bisa diterima oleh syariat, karena surat ini mengandung semua makna Al Qur'an yang mulia. Wallahu a'lam_

*(Fatwa no. 928)*

Ada pun pembid'ahan yang ada dalam artikel di atas, hanya melihat sisi ketiadaan dalil secara khusus. Padahal berdalil itu ketika tidak ada secara khusus, bisa digunakan dalil umum, dan kaidah lainnya.

Wallahu a'lam

✍ Ustadz Farid Nu'man Hasan

Rabu, 13 Maret 2019

KUNTAU SEMENDE


Di suku semende, selain terkenal dengan kenikmatan kopinya, ada juga seni bela diri yang dinamakan "Kuntau Pisau Due atau dapat juga disebut Silat Pisau Due".

Secarah Harfiah, Sebagian orang berpendapat asal kata kuntau adalah “Kun” dalam bahasa arab yang berarti “Jadi”. Tidak dipungkiri memang, suku semende yang berasal dari suku adat melayu memiliki ikatan darah dan ideologi yang kental dengan bangsa Arab. dan “Tau” yang berarti isyarat.
Sebagian yang lain mengatakan seni bela diri tradisional Kuntau ini berasal dari kata kûn-thâu (bahasa Hokkien) yang berarti “jalan kepalan,” atau lebih tepatnya diterjemahkan sebagai “pertempuran seni,”.

Jadi Kata Kuntau sendiri bermakna seni bela diri atau seni menjadikan setiap gerak dan isyarat anggota badan untuk mempertahankan diri dari segala macam bahaya dan ganguan.
Dikarenakan gerakan-gerakannya yang dianggap unik, yang tidak sekedar mengedepankan keindahan gerakan-gerakan semata, tetapi disesuaikan dengan jalan alam dan sangat dahsyat serta bertenaga.

Menurut K. Anwar Beck, seniman Palembang, seni bela diri tradisional Kuntau ini awalnya dibawa oleh para wali atau ulama besar dari Timur Tengah dan disebarkan ke asia bagian tenggara. Sebagian lagi berpendapat kesenian tradisional kuntau ini dibawa oleh para imigran yang datang dari Cina dan berprofesi di antaranya sebagai pedagang, buruh, dan profesi lainnya. Mereka datang ke Palembang di saat berkuasanya Kesultanan Palembang Darussalam.

Dengan adanya kemampuan masyarakat Palembang menguasai seni bela diri tradisional Kuntau, Kesultanan Palembang bersama masyarakat mampu angkat senjata melawan penjajah. Mereka tidak takut walaupun penjajah memiliki senjata yang lebih lengkap dan modern. (Tentu, Atas Izin dan Rahmat Allah subhanahu wata'ala)
Dalam seni beladiri Kuntau memiliki pakaian khas berwarna gelap, seperti hitam dan coklat pekat. Mulai dari baju, celana panjang, hingga ikat kepala.

Seni beladiri ini tersebar di seluruh wilayah Melayu antara lain Sumatera dan Kalimantan, tentu dengan ciri khas dan nama perguruan masing-masing. Di wilayah Sumatera Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah yang terkenal akan aliran Kuntaunya, diantaranya Kuntau Sebalik yang berasal dari desa Sebalik, Tanjung Lago, Banyuasin; Kuntau Lintang dari Empat Lawang, serta Kuntau Pisau Due yang berasal dari Semende.

Dari Berbagai Sumber

Kamis, 07 Maret 2019

Yakin, Kamu Bisa Masuk Surga Dengan Amalmu??



Dari bangun tidur hingga tidur kembali, kita senantiasa meminta kepada Allah agar selalu diberikan rahmat dariNya. Rahmat Allah-lah yang membuat seekor burung gagak yang sangar tidak memakan telurnya dari sarangnya, seekor gajah yang besar tidak menginjak bayinya, seekor singa yang ganas tidak menerkam anaknya, dan bersebab rahmat Allah-lah jua kita bisa melaksanakan sketaatan kita kepada Allah subhanahu wata'ala, karena jika bukan karena rahmat dari Allah tidaklah mungkin terbesit di hati kita untuk dapat menjalankan ibadah kepadaNya meski kita telah merencanakannya dan mengazzamkannya secara rutin, betapa banyak saudara kita yang di luar sana yang memiliki badan yang sehat, harta yang berkecukupan, ilmu yang mumpuni, namun karena rahmat Allah belum bersemayam di hatinya maka mereka pun dilalaikan dengan kesibukan duniawi, abai akan perintah Allah dan lupa akan tujuan hidupnya di dunia ini.

Bersebab rahmat Allah jugalah kita bisa menghidarkan diri kita dari perkara-perkara yang dilarang oleh Allah, sebagaimana yang pernah terjadi padi Nabi Yususf alaihis salam tatkala beliau digoda oleh seorang wanita istri seorang pejabat negara, beliau dapat menghindarinya lantaran rahmat Allah, sebagaimana terabadikan dalam Al-Qur’an Surat Yusuf, Allah berfirman:
وما أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم
(Yusuf berkata) Tidak lah aku dapat berlepas diri dari nafsuku, sesungguhnya nafsu itu senantiasa mengajak pada kejahatan kecuali nafsu yang dirahmati Allah, sesungguhnya Robbku maha Pengampun dan Penyayang.

Rahmat Allah itulah yang senantiasa kita minta disetiap sholat kita ketika kita duduk diantara dua sujud; Robbigh firlii warhamnii... yaa Allah Ampunilah aku dan rahmatilah aku. Rahmat Allah juga yang khotib ucapkan di awal khutbah tadi; assalamualaikum warohmatullah... rahmat Allah juga yang kita mohonkan kepada Allah untuk orang yang sudah meninggal; Allahummaghfirlahu warhamhu... dan rahmat Allah jualah juga yang kita pintakan kepada Allah untuk kedua orangtua kita; Robbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa...
Bahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “tidaklah seseorang masuk ke dalam surga karena amalnya.” beberapa sahabat bertanya: “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)
Hadits ini janganlah diartikan bahwa kita cukup berpangku tangan saja karena percuma beramal sholeh kalau tidak dapat memasukkan kita ke dalam surga, bukankah kita selama ini beramal karena ingin masuk surga?
Tentu maksud hadits ini bukan begitu, justru untuk mendapatkan rahmat Allah subhanahu wata’ala kita harus memperbanyak amal sholeh. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ingin mengajarkan kepada kita akan sebuah hukum sebab akibat, bersabab kita beramal sholeh, kita mendapatkan rahmat Allah, maka karena Rahmat Allah-lah kita pun dimasukkan ke dalam surgaNya.
Amal sholeh adalah sebagai penentu tinggi dan rendahnya derajat manusia di surga Allah subhanahu wata’ala kelak.

Kalau kita membandingkan amal sholeh kita untuk mendapatkan surga Allah, tidak akan sebanding. Tidak mungkin bisa kita membayar surga Allah dengan amal perbuatan. Karena amalan yang kita lakukan penuh dengan cacat, sementara surga Allah terlalu sempurna untuk menjadi balasannya. Namun karena rahmat Allah sangat luas, ampunanNya sangat besar-lah kita bisa meraih surgaNya yang penuh dengan kenikmatan.
Sangking besarnya rahmat dan ampunan Allah subhanahu wata’ala, disebutkan dalam salah satu hadits qudsi, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat kesalahan dan dosa pada  malam dan siang hari, sedangkan Aku mengampuni semua dosa; maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian.

Maka dengan demikian, dengan apa kita dapat meraih rahmat Allah subhanahu wata’ala ?
Pertama: Memperbanyak Amal Sholeh.
Amal sholeh yang seperti apa yang dapat menghasilkan rahmat Allah subhanahu wata’ala?, tentu amal sholeh yang terhindar dari penyakit hati berupa; riya’, ujub, sum’ah, takabbur dll.
Amal sholeh yang diniatkan benar benar ikhlash untuk mendapatkan ridho Allah semata.
karena kita tidak tau amal sholeh yang mana yang akan mendapatkan rahmat dari Allah, maka memperbanya amal sholeh adalah keniscayaan bagi kita sebagai hamba yang sangat mengharapkan ridho dan rahmatNya

Dalam Surat An-Nahl ayat 97, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
 
Kedua: Memperbanyak Doa.
Bersebab kelemahan dan ketidakberdayaan kita, maka mohonlah kepada Allah akan rahmatNya. Memperbanyak do’a adalah bentuk kepasrahan kita kepadaNya. Maka dengan berdo’a inilah kita akan mendapatkan Rahmat dariNya, karena Allah pasti akan mengabulkan do’a para hambaNya selagi hambaNya tidak pernah berputus asa dari mengharapkan rahmat dariNya.
Ketiga: Sabar.
Disebutkan bahwa ketika semua orang yang beriman telah masuk surga, maka para malaikat akan masuk ke surga mereka dari pintu manapun, lalu mengucapkan selamat kepada mereka, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24:
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Para malaikat memberikan ucapan selamat kepada penghuni surga karena kesabaran mereka selama di dunia, kesabaran mereka saat ditimpa musibah, kesabaran mereka dalam menjalankan perintah Allah dan kesabaran mereka dalam menjauhi larangan Allah subhanahu wata’ala.
Seakan-akan malaikat itu berkata: kalian telah bersabar waktu didunia dulu, maka surga inilah sebaik baik tempat untuk kalian. Kalian dulu semasa di dunia bisa saja melakukan hal-hal yang dilarang Allah, tapi kalian ingat akan janji Allah subhanahu wata’ala, maka kalian pun memilih untuk bersabar, maka surgalah balasan yang terbaik untuk kalian.

Wallahu A'lam Bishshawab

Kamis, 21 Februari 2019

Hukum Kencing Sambil Berdiri, Boleh Tidak?. Ini Penjelasannya.


Assalamu'alaikum wr.wb. Ustadz.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam buang air kecil dengan cara berjongkok dan akan kita dapatkan pahala sunnah jika kita mengikuti beliau.
Yg menjadi pertanyaan saya adalah kenapa di hampir semua masjid yg saya temui memiliki urinoir berdiri? Apakah itu adalah ijtima ulama?
Kalau diperhatikan bahwa urinoir sekarang rata rata telah dilengkapi dengan acrilic penahan percikan air seni. terkadang dengan cara kencing jongkok malah lebih berpotensi terpercik najis, karena sifat buang air kecil laki laki yg memancar. Apakah sunah yg spt ini boleh tidak dikerjakan?

Jazakallah khairan katsir atas pencerahannya Ustadz

Jawaban:

Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Tentang kencing dengan cara duduk (jongkok) tidak ada perselisihan ulama tentang kesunnahannya. Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

لا خلاف بين الفقهاء في أنه يستحب الجلوس أثناء التبول لئلا يترشش عليه

  Tidak ada perselisihan pendapat para ahli fiqih bahwa disukai (sunah) duduk (jongkok) ketika kencing agar tidak kena cipratannya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 15/274)

📌 Lalu bagaimana jika berdiri ?

Sebenarnya tidak ada larangan yang kuat untuk kencing sambil berdiri. Hadits-hadits yang menyebutkan larangan kencing sambil berdiri (buat kaum laki-laki) telah dibincangkan validitasnya.

 Biasanya alasan pelarangannya adalah:

1⃣ Pertama.  hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, yang berbunyi:
لاَ تَبُلْ قَائِمًا
Janganlah kamu kencing sambil berdiri. (HR. Ibnu Hibban No. 1423)

Hadits  ini dhaif (lemah) seperti yang dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. (Ibid)

2⃣ Hadits kedua, adalah  riwayat dari ayahnya, yaitu Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:

رآني رسول الله صلى الله عليه و سلم وأنا أبول قائما . فقال ( يا عمر لا تبل قائما ) فما بلت قائما بعد
 
  Rasulullah ﷺ melihat aku kencing sambil berdiri, lalu berkata: “Wahai Umar! Janganlah kamu kencing sambil berdiri.” Maka setelah itu aku tidak lagi kencing berdiri. (HR. Ibnu Majah No. 308, Al Baihaqi, Al Kubra No. 505, Al Hakim, Al Mustadrak No. 661, katanya: shahih. Abu ‘Uwanah No. 5898)

  Para ulama ada yang menshahihkan, seperti Imam Al Hakim, Imam Ibnu Hibban, dan Imam As Suyuthi. Tapi, penshahihan mereka telah dikoreksi para imam setelahnya, sebab dalam sanad hadits ini terdapat Ibnu Juraij seseorang yang dikenal sebagai mudallis (orang yang suka menggelapkan sanad dan matan hadits), juga Abdul Karim bin Abdil Mukhariq.

Kata Imam Al Baihaqi (murid dari Imam Al Hakim), dalam sanadnya terdapat Abdul Karim bin Abdil Mukhariq, dia seorang yang dhaif. (As Sunan Al Kubra No. 505)

  Imam At Tirmidzi juga berkata: “Abdul Karim adalah seorang yang dhaif menurut para ahli hadits. Ayyub As Sukhtiyani mendhaifkannya, dan pada orang ini ada perbincangan.” (Sunan At Tirmidzi No. No. 12)

  Imam Muhammad bin Thahir Al Maqdisi juga mengatakan bahwa Abdul Karim ini dhaif. (Dzakhiratul Huffazh, No. 2946)

  Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan bahwa isnad hadits ini dhaif (lemah). (Takhrijul Ihya, 1/253. Lihat juga kitab Beliau yang lain, Al Mughni ‘An Hamlil Asfaar, No. 288)

  Imam Ibnul Mundzir mengatakan: haadza laa yatsbut (hadits ini tidak shahih). (Al Awsath fis Sunan wal Ijtima’ wal Ikhtilaf No. 284)

  Lalu, bukankah hadits ini ada dalam kitab SHAHIH IBNI HIBBAN? Berarti menurut Imam Ibnu Hibban ini shahih. Hal itu dikomentari oleh Imam Ahmad bin Abi Bakar Al Kinani, dia mengatakan:

 “Sanadnya dhaif, dan Abdul Karim disepakati kedhaifannya. Dia pun sendirian dalam meriwayatkan hadits ini. Hadits ini juga bertentangan dengan yang lebih shahih dari Abdullah bin Umar Al ‘Umari (Bukan Ibnu Umar anaknya Umar, pen), dia seorang yang disepakati sebagai orang yang tsiqah (bisa dipercaya), maka jangan terpedaya dengan penshahihan Ibnu Hibban. (Mishbah Az Zujaajah, 1/45)

  Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini dishahihkan oleh Imam As Suyuthi. (Sa

ilul Jarar, 1/44). Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini mengomentari:

فربما نظر السيوطي إلى رواية ابن حبان ، وأهمل تدليس ابن جريج ، والسيوطي متساهل كما هو معلوم

Barangkali pendapat As Suyuthi mengikuti riwayatnya Ibnu Hibban, dan dia mengabaikan tadlis-nya Ibnu Juraij, dan As Suyuthi termasuk ulama yang mutasahil (menggampangkan/longgar) sebagaimana telah diketahui. (Al Fatawa Al Haditsiyah LilHuwaini, 1/174)

Sedangkan Syaikh Al Albani tegas mendhaifkannya. (Dhaiful Jami’ No. 6403)

Seandainya hadits ini shahih pun, tidak bermakna larangan haram, tetapi larangan adab belaka. Imam Al Baghawi mengatakan:

فقال : " يا عمر لا تبل قائما " وليس هذا تحريما ، بل هو نهي تأديب.

(Maka Beliau bersabda: “Wahai Umar, janganlah kamu kencing berdiri.” Ini bukanlah pengharaman, tetapi larangan untuk mendidik adab saja. (Syarhus Sunnah, 1/387)

3⃣ Ketiga, yaitu hadits dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu yang berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قَائِمًا

  Rasulullah ﷺ melarang seseorang kencing sambil berdiri. (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 508)
  Imam Al Bushiri mengatakan sanadnya dhaif. (Az Zawaid, 1/93). Syaikh Al Albani juga mendhaifkannya. (Dhaiful Jami’ No. 6006)

📌Pengingkaran ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha

  Kemudian, alasan lain  pelarangan kencing berdiri adalah sikap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha yang meminta agar tidak percaya kepada yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah kencing sambil berdiri.

  ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا جَالِسًا

  Barang siapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Rasulullah ﷺ kencing sambil berdiri maka janganlah kalian mempercayainya, tidaklah Beliau kencing kecuali dengan duduk. (HR. An Nasa’i No. 29, At Tirmidzi No. 12)

   Di antara hadits-hadits tentang  tema ini, inilah yang paling shahih dari yang ada. Imam At Tirmidzi menjelaskan:

حديث عائشة أحسن شيء في الباب و أصح

  Hadits ‘Aisyah ini adalah hadits yang paling baik dan paling shahih dalam bab (pembahasan) ini. (Sunan At Tirmdzi No. 12)

  Apa maksud "hadits paling baik dan paling shahih"? Apakah shahih? Sebagian ulama menerangkan bukan begitu maknanya. Ucapan Imam At Tirmidzi tersebut bukan berarti hadits ini shahih, tapi maksudnya di antara semua yang lemah, sanad hadits inilah yang paling baik.

  Imam As Suyuthi mengatakan:

وقال الشيخ ولي الدين هذا الحديث فيه لين لأن فيه شريكا القاضي وهو متكلم فيه بسوء الحفظ وقول الترمذي أنه أصح شيء في هذا الباب لا يدل على صحته ولذلك قال بن القطان أنه لا يقال فيه صحيح وتساهل الحاكم في التصحيح معروف وكيف يكون على شرط الشيخين مع أن البخاري لم يخرج لشريك بالكلية ومسلم خرج له استشهادا لا احتجاجا

  Syaikh Waliyuddin mengatakan bahwa hadits ini terdapat kelemahan, sebab dalam sanadnya terdapat  Syarik Al Qadhi, dia dibincangkan karena jelek hapalannya. Ucapan At Tirmidzi bahwa ini adalah yang paling shahih dalam bab ini, tidak menunjukkan bahwa hadits ini shahih. Oleh karena itu, Ibnul Qaththan mengatakan bahwa tidaklah dikatakan bahw ahadits ini shahih. Al Hakim begitu mudah dalam menshahihkan sebagaimana telah diketahui. Bagaimana bisa ini sesuai syarat Syaikhain (Bukhari-Muslim) padahal Al Bukhari tidak pernah meriwayatkan hadits dari Syarik secara umum, sedangkan Muslim hanya meriwayatkan darinya sebagai penguat saja bukan sebagai hujjah. (Syarh As Suyuthi Lisunan An Nasa’i, 1/26)

  Sementara ulama lain mengatakan, bahwa hadits ini valid. Imam An Nawawi mengatakan bahwa sanadnya jayyid (baik). (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166). Imam Badruddin Al ‘Aini juga mengatakan: jayyid. (Syarh Abi Daud, 1/93)

  Syaikh Al Albani tadinya mendhaifkan dalam Misykah Al Mashabih (No. 365), lalu dia menshahihkan dalam Ash Shahihah No. 201, Shahih Ibni Majah No. 249, Shahih Sunan At Tirmdzi No. 11.

  Taruhlah hadits ini shahih, tapi apakah bermakna terlarang kencing berdiri? Hadits ini hanya menceritakan kesaksian ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha dari apa yang diketahuinya tentang nabi di rumah, tetapi ketika di luar rumah tentu belum tentu di

ketahuinya. Jadi, bukan bermakna terlarangnya hal itu. Inilah pendapat yang lebih kuat, bahwa kencing berdiri tidak terlarang bahkan itu juga pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ dalam riwayat lain, dan juga para sahabatnya.

  Imam Ibnu Hajar berkata:

والجواب عن حديث عائشة أنه مستند إلى علمها فيحمل على ما وقع منه في البيوت وأما في غير البيوت فلم تطلع هي عليه

  Jawaban tentang hadits ‘Aisyah adalah bahwa hal itu dikaitkan dengan pengetahuan dia, maka maksudnya adalah itulah yang terjadi di rumah-rumah. Ada pun di selain rumah maka dia tidak mengetahuinya. (Fathul Bari, 1/330)

  Jadi, perkataan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha di atas tidak berarti larangan kencing berdiri. ‘Aisyah hanya menceritakan apa yang dia diketahui tentang cara kencing nabi di rumah, yaitu duduk.

  Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri mengatakan:

فيه دليل على أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ما كان يبول قائما بل كان هديه في البول القعود
ولكن قول عائشة هذا لا ينفي إثبات من أثبت وقوع البول منه حال القيام

Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah kencing sambil berdiri justru petunjuk Beliau dalam masalah kencing adalah duduk, tetapi perkataan ‘Aisyah ini tidaklah mengingkari  penetapan pihak yang memastikan bahwa darinya juga  pernah kencing dalam keadaan berdiri. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/55)

📌Rasulullah ﷺ  tidak melarang dan para sahabat justru melakukan

Imam Ibnu Hajar berkata:

وقد ثبت عن عمر وعلي وزيد بن ثابت وغيرهم أنهم بالوا قياما وهو دال على الجواز من غير كراهة إذا أمن الرشاش  والله أعلم ولم يثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم في النهي عنه شيء

  Telah shahih dari Umar, Ali, Zaid bin Tsabit, dan selain mereka, bahwa mereka kencing sambil berdiri. Ini merupakan dalil bolehnya hal itu dan tidak makruh jika aman dari percikannya. Wallahu A’lam. Dan, tidak ada yang shahih dari Nabi ﷺ tentang larangan hal itu sedikit pun. (Fathul Bari, 1/330, Lihat juga ‘Aunul Ma’bud, 1/29, Lihat juga Faidhul Qadir, 6/451)

  Keterangan Al Hafizh Ibnu Hajar ini, bahwa tidak ada satu pun yang shahih tentang larangan kencing berdiri dari Nabi ﷺ, sudah menjadi dalil kebolehannya, sebab ketiadaan dalil larangan merupakan dalil bagi kebolehan.

  Imam Ibnul Mundzir mengatakan, sebagaimana dikutip Imam An Nawawi:

فثبت عن عمر بن الخطاب وزيد بن ثابت وابن عمر وسهل بن سعد أنهم بالوا قياماً، وروي ذلك عن أنس وعليّ وأبي هريرة، وفعل ذلك ابن سيرين وعروة بن الزبير، وكرهه ابن مسعود والشعبي وإبراهيم بن سعد، وكان إبراهيم لا يجيز شهادة من بال قائماً

  Telah shahih dari Umar bin Al Khathab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, Sahl bin Sa’ad, bahwa mereka kencing berdiri, hal itu juga diriwayatkan dari Anas, Ali, Abu Hurairah, itu juga dilakukan oleh Ibnu Sirin, ‘Urwah bin Az Zubeir, sementara itu dimakruhkan oleh Ibnu Mas’ud, Asy Sya’biy, Ibrahim bin Sa’ad, dan Ibrahim tidak membolehkan kesaksian orang yang kencing berdiri.  (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166, Lihat juga Syarh Abi Daud, 1/93)

📌Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ juga pernah kencing berdiri

  Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

أَتَى النَّبِيُّ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ

  Nabi mendatangi tempat pembuangan sampah milik sebuah kaum, lalu Beliau kencing berdiri. Kemudian dia meminta air, maka aku membawakannya air lalu dia berwudhu. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

  Hadits ini jelas keshahihannya bahwa Nabi ﷺ pernah kencing berdiri. Keadaan inilah yang tidak diketahui oleh istrinya, Aisyah Radhiallahu ‘Anha. Namun, ada yang mengartikan bahwa saat itu Nabi ﷺ sedang sakit.

  Imam An Nawawi menjelaskan:

وأما سبب بوله صلى الله عليه و سلم قائما فذكر العلماء فيه أوجها حكاها الخطابي والبيهقي وغيرهما من الأئمة أحدها قالا وهو مروي عن الشافعي أن العرب كانت تستشفي لوجع الصلب بالبول قائما

   Ada pun sebab Nabi ﷺ kencingnya berdiri, para ulama menyebutkan dalam hal ini ada beberapa penjelasan seperti yang dikisahkan oleh Al Khathabi, Al Baihaqi, dan para imam lainnya. Salah satunya, mereka berdua mengatakan bahwa diriwayatkan dari Imam Asy Syafi’i bahwa orang Arab jika sedang mengobati tulang sulbinya adalah dengan kencing sambil berdiri. (Al Minhaj, 3/165)

Riwayat lai

n, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

إنما بال رسول الله صلى الله عليه وسلم قائما لجرح كان فى مأبضه

  Rasulullah ﷺ kencing berdiri hanyalah ketika sakit di dengkul bagian dalamnya. (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi)

  Hadits ini dijelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar;

ولو صح هذا الحديث لكان فيه غنى عن جميع ما تقدم لكن ضعفه الدارقطني والبيهقي والاظهر أنه فعل ذلك لبيان الجواز وكان أكثر أحواله البول عن قعود والله أعلم

   Seandainya hadits ini shahih, maka di dalamnya terdapat kecukupan dari semua pembahasan yang lalu, tetapi Ad Daruquthni dan Al Baihaqi mendhaifkannya. Yang benar adalah bahwa perbuatan ini (kencing dambil berdiri, pen) adalah boleh dan kebanyakan keadaan Beliau (nabi) adalah kencingnya sambil duduk. Wallahu A’lam (Fathul Bari, 1/330)

  Sementara Imam Ibnul Mundzir mengatakan kencing berdiri dan duduk, keduanya shahih dilakukan oleh Nabi ﷺ, Beliau berkata:

البول جالسا أحب إلى وقائما مباح وكل ذلك ثابت عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

  Kencing sambil duduk lebih aku sukai  dan sambil berdiri boleh, semua ini shahih dari Rasulullah ﷺ. (Dikutip oleh Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166)

  Imam Asy Syaukani mengatakan:

( والحاصل ) أنه قد ثبت عنه البول قائما وقاعدا والكل سنة

  Wal hasil, bahwa telah shahih dari nabi kencing berdiri dan duduk, dan masing-masing adalah sunnah. (Nailul Authar, 1/107)

  Bahkan ada yang mengatakan bahwa kencing berdiri justru lebih aman dari najis, seperti perkataan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu, yang dikutip Imam Ibnul Mundzir berikut:

وَذَلِكَ أَنَّ الْبَوْلَ قَائِمًا أَحْصَنُ لِلدُّبُرِ وَأَسْلَمُ لِلْحَدَثِ . وَرُوِيَ هَذَا الْقَوْلُ عَنْ عُمَرَ

  Dan hal itu, sesungguhnya kencing berdiri lebih menjaga dubur dan lebih selamat dari hadats. Ucapan ini diriwayatkan dari Umar. (Al Awsath fis Sunan wal Ijma’ wal Ikhtilaf No. 252)

📌Sebagian Ulama Ada Yang Memakruhkan

  Telah nampak bahwa hujjah kebolehannya begitu kuat, tetapi dalam wacana ilmu kita mesti mengakui adanya ulama Islam yang memakruhkan.

  Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

وقد روى في النهى عن البول قائما أحاديث لا تثبت ولكن حديث عائشة هذا ثابت فلهذا قال العلماء يكره البول قائما الا لعذر وهى كراهة تنزيه لا تحريم

  Telah diriwayatkan hadits-hadits tentang larangan kencing sambil berdiri tapi tidak shahih. Namun, hadits ‘Aisyah adalah shahih, oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa dimakruhkan kencing sambil berdiri kecuali jika ada ‘udzur, yaitu makruh tanzih, bukan makruh tahrim (makruh mendekati haram). (Al Minhaj, 3/166)

  Imam An Nawawi juga menyebutkan bahwa  yang memakruhkan di antaranya  dari Ibnu Mas’ud, Asy Sya’bi, dan Ibrahim bin Sa’ad. (Ibid)

  Sementara Imam Malik berpendapat, jika kencingnya di tempat yang memungkinkan kena  cipratan najisnya maka kencing berdiri adalah makruh. Tapi, jika tempatnya tidak seperti itu, tidak apa-apa berdiri. (Ibid)

📚Kesimpulan:

-  Kencing sambil berdiri dan duduk (jongkok) shahih dari Nabi ﷺ, sehingga keduanya adalah sunah nabi ﷺ

-  Mayoritas ulama membolehkan berdiri dan telah dilakukan sejak masa sahabat nabi dan setelahnya, sebagian lain ada yang memakruhkan

-  Baik pihak yang membolehkan dan memakruhkan sama-sama melarang jika berdiri memungkinkan kena cipratan najisnya

-  Terkena cipratan najis bisa juga terjadi saat kencing jongkok, oleh karena itu substansi masalah ini adalah MANA YANG PALING AMAN untuk terhindar dari cipratan najisnya, itulah yang kita pilih, dan sesuaikan juga dengan tempatnya

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌻🌴🌾🌸🌺☘🌷

✏ Farid Nu'man Hasan
🌏 Join telegram: bit.ly/1Tu7OaC